Kesenian Jaran Slining Khas Kota Pisang Lumajang

Jaran slining, merupakan kesenian asli Lumajang. Jaran slining berakar dari budaya Madura yang dibawa oleh eksodus suku Madura pada zaman Arya Wiraraja. Merupakan salah satu ide dari gagasan yang lahirnya diilhami oleh jaran kencak yang menggambarkan kegembiraan, ketegasan, kegagahan, yang terangkum dalam gerak yang diiringi musik yang rancak. Jaran slining adalah kuda-kudaan, yaitu kuda tiruan dari kuda kencak atau biasa dikenal dengan jaran kencak. Jaran slining dibuat dari keranjang yang dilubangi lalu diberi kepala kuda-kudaan. Keranjang yang menjadi badan kuda ditutup ‘sabrak’ atau kain sehingga mirip jaran kencak.Kata ‘slining’ berasal dari ‘sak lining’ yang berarti satu. Dengan demikian, jaran slining adalah satu-satunya kuda-kudaan yang dibuat untuk mendampingi arak-arakan.



A.Jaran Kencak VS Jaran Slining

Jaran Slining sudah berkembang sejak lama dikalangan masyarakat. Kata Jaran slining mungkin sudah cukup familiar dikalangan masayarakat yang berdomisili di kota Lumajang. Pada mulanya kesenian Jaran slining berakar dari kesenian jaran kencak yang merupakan sumber dari munculnya kesenian jaran slining, jaran kencak yang dalam pertunjukannya menggunakan kuda asli yang dirias sedemikian rupa dengan warna yang kontras agar lebih menarik, tak lupa pawang kuda yang mengenakan baju berwarna cerah yang memegang pecut sembari menuntun kudanya yang beratraksi dengan penumpangnya, sambil menari-nari diiringi iringan suara khas jaran kencak.

Jaran kencak yang unik, memunculkan kesenian yang tak kalah unik yang diaplikasikan dalam sebuah miniatur kuda yang ditunggangi oleh seorang penumpang yang mengenakan asesoris khas. Tak kalah, kuda yang ditunggangi pun mengenakan asesoris yang se-kontras pula dengan penumpangnya, layaknya jaran kencak, maka jaran slining tak luput dari pawang yang mendampingi, mengenakan baju berwarna cerah sembari memegang pecut sambil menari-nari. Dengan kata lain, tak terlalu ada beda dan mencolok dari kedua kebudayaan yang berkaitan ini. Perbedaan yang terlihat cukup signifikan adalah pada kuda yang ditunggangi, untuk asepek lain, tak ada perbedaan yang terlau mencolok diantara keduanya, meski sebenarnya pasti ada detail yang berbeda

B.Jaran Slining Sebagai Budaya Asli Lumajang

Jaran slining telah mengakar dihati para penggemar khususnya dikalangan warga kota Lumajang, meski kesenian ini sudah dianggap sebagai kesenian asal Lumajang, namun banyak opini yang mengatakan bahwa kesenian jaran slining berasal dari daerah lain, misalnya probolinggo. Opini yang dilontarkan ini memang tak sepenuhnya salah, karena pada masa pemerintahan Arya Wiraraja cakupan wilayah yang dikuasai cukup luas, yang meliputi daerah Probolinggo, Lumajang, Kediri, Madura dan sekitarnya.  Tak heran jika banyak kesenian yang memiliki banyak  kesamaan dengan jaran slining. Kesenian yang dianggap sebagai milik daerah probolinggo sebenarnya memiliki perbedaan nama, kesenian yang terdapat di probolinggo lebih dikenal dengan nama Jaran blodak, jaran blodak merupakan kesenian yang berasal dari probolinggo yang begitu mirip dengan jaran slining

Karena pemerintahan yang dikuasai pada zaman Arya Wiraraja cukup luas dan menjadi satu pusat pemerintahan, alhasil pada masing-masing daerah yang dulunya bersatu dalam sebuah kepemimpinan Arya Wiraraja ini memiliki kebudayaan yang sama, jaran slining sendiri dibawa oleh eksodus suku Madura. Dengan seiring bejalannya waktu, dan berakhirnya kepemimpinan Arya Wiraraja lambat laun daerah-daerah yang dulunya bersatu ini menjadi terpecah dalam beberapa cakupan wilayah yang berbeda. Dengan berkembangnya zaman, dan tuntutan pemerintahan, daerah-daerah ini berkembang dengan kekayaan budaya masing-masing yang diwariskan dari nenek moyang masa lalu.

Begitu pula dengan dengan kota Lumajang tercinta ini, dengan sejuta pesona kebudayaan yang dimiliki, maka kota Lumajang memiliki sebuah kesenian yang lahir atas perkembangan dari Jaran kencak, yakni Jaran Slining

Lazada Indonesia

C.Jaran Slining Lumajang dan Jaran Blodak Probolinggo

Kedua kesenian ini memang tak begitu memperlihatkan perbedaanya, namun bila dilihat dari sejarahnya keduanya memiliki latar belakang yang berbeda. Keberagaman kesenian di setiap daerah memang selalu ada, namun semua itu menjadi khasanah kekayaan budaya nasional. 

Jaran Blodak dan jaran slining, keduanya merupakan kekayaan budaya nasional yang berakar dari kerajaan lamajang yang dipimpin oleh Arya Wiraraja, perbedaan yang cukup signifikan dapat terlihat adalah properti dan tariannya, selain itu perbedaan yang cukup mencolok adalah pada kuda-kudaan yang ditunggangi, jaran slining lebih menonjolkan kuda yang lebih besar dibanding jaran blodak, selain itu, pada kepala jaran slining tidak dapat mengangguk. Sedang jaran blodak, kepala kuda-kudaan dapat di anggukkan, hal itu karena ada perbedaan properti yang di pasang di leher kuda-kudaan, yakni per yang menunjang leher jaran blodak untuk mengangguk dengan baik

D.Pelestarian Jaran Slining di Tengah Arus Globalisasi Generasi Muda

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk dapat mempertahankan budaya jaran slining, para tokoh seni tak henti-hentinya berjuang untuk memajukan kesenian ini, tak luput peran pemerintah yang selalu berusaha menyelenggarakan acara yang berkaitan dengan jaran slining demi menjaga lestarinya sebuah kebudayaan milik Lumajang tercinta ini. Peran pemerintah memang cukup terlihat dalam berbagai aspek, salah satunya dengan adaya Festival seni tari Jaran slining yang diadakan 15 maret lalu oleh Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lumajang bertempat dikawasan pentas budaya kabupaten Lumajang kawasan wonorejo terpadu.

Hal-hal yang dilakukan untuk mempertahankan sebuah budaya jaran slining dalam berbagai cara dan usaha, akan sia-sia begitu saja jika para penerus tak turut berpartisipasi dalam rangka mempertahankan budaya jaran slining, terutama generasi muda. Generasi muda merupakan penerus para pejuang yang mempertahankan kebudayaan jaran slining. Ketika generasi muda mulai tak peduli dengan kebudayaan-nya sendiri, maka jangan heran, jika anak cucu kita kelak tak dapat menikmati, melestarikan, bahkan hanya sekedar melihat budaya yang dulu dimiliki daerahnya pun tak lagi bisa, karena budaya-nya sendiri telah tiada, hilang entah kemana karena minat yang tak lagi ada.

Sekian artikel yang dapat admin share pada kesempatan kali ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua. jangan lupa share alamat blog ini kepada teman-teman sobat bang opek. bila sahabat semua ingin menshare artikel ini silahkan cantumkan alamat dari blog ini.

Share on Google Plus

Tentang bang opek

Seseorang yang selalu berusaha untuk menjadi lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Dan semoga artikel yang tedapat pada situs milik Bang Opek ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita kedepannya nanti. Bagi yang memiliki saran atau kritik silahkan hubungi Bang Opek melalui Fanspage atau Twitter kami dan juga bisa melalui Formulir Kontak pada bagian bawah (footer)

0 komentar:

Posting Komentar