Kepunahan dahsyat
dinosaurus di akhir zaman kapur merupakan sebuah misteri sepanjang masa
dalam sejarah biologi. Ilmuwan telah mengemukakan satu demi satu teori
untuk mencoba menjelaskan penyebabnya, namun hingga sekarang tidak ada
satu pun kesimpulan terakhir yang dapat diterima semua orang. Teori yang
agak lazim adalah bencana yang disebabkan oleh benturan planet kecil
yang menabrak bumi yang mengakibatkan punahnya dinosaurus, namun teori
tersebut tidak sempurna. Sebab dinosaurus merupakan binatang yang paling
sukses di atas bumi waktu itu, keanekaragaman sifatnya yang besar
semakin memanifestasikan perbedaan ukuran, dan bentuk yang berbeda-beda,
gaya hidup juga beraneka ragam. Jika bencana yang disebabkan benturan
planet kecil mengakibatkan punahnya dinosaurus, lalu mengapa binatang
seperti burung, buaya dan kadal yang memiliki tali persaudaraan erat
dengan dinosaurus tersebut dapat terhindar dari bencana dan hidup hingga
sekarang? Ini mau tidak mau mendorong orang-orang membuat teori baru
lainnya untuk menganalisa sebab-musabab punahnya dinosaurus.
Perubahan Iklim yang Mendadak
Berdasarkan
data dari pemboran geologi laut yang dalam, sejumlah ilmuwan menganggap
telah terjadi perubahan yang tidak biasa terhadap iklim di bumi pada 65
juta tahun silam, suhu udara meninggi secara mendadak. Perubahan ini
membuat dinosaurus dan binatang darah dingin lain yang agak lemah
kemampuan menguraikan panas tidak dapat dengan baik menyesuaikan
lingkungan, terutama mengakibatkan kerusakan parah sistem reproduksinya.
Akibatnya, dinosaurus tidak dapat mengembangbiakkan keturunan sehingga
punah.
Ada
satu teori lagi, meskipun berpendapat sama, bahwa perubahan mendadak
iklim menyebabkan kepunahan dinosaurus, namun proses dugaannya tidak
sama. Mereka menganggap, kurang lebih 70 juta tahun silam, antara lautan
kutub utara dengan samudera lainnya sama sekali terpisahkan menyeluruh
oleh daratan, dan dalam hari-hari terakhir air laut yang asin itu
berangsur-angsur menjadi air tawar oleh karena efek dari berbagai macam
faktor. Setelah tiba 65 juta tahun silam hingga sekarang, “tanggul” yang
memisahkan lautan kutub utara dengan samudera lainnya tiba-tiba saja
bobol. Sejumlah besar air di lautan kutub utara yang berubah menjadi
ringan karena penawaran mengalir ke samudera lainnya. Oleh karena suhu
air di lautan kutub utara sangat dingin, maka air dingin “luapan luar”
tersebut membentuk selapisan arus dingin, sehingga suhu air laut di
samudera dengan cepat turun kurang lebih 20 derajat. Turunnya suhu di
samudera memberi dampak serius pada iklim di daratan, sehingga udara di
atas langit daratan menjadi dingin. Pada saat yang sama, kandungan uap
air di udara juga dengan cepat berkurang, mengakibatkan kekeringan
menyeluruh di atas daratan sehingga punahlah dinosaurus itu.
Suatu
perubahan iklim mendadak yang mengakibatkan kepunahan dinosaurus adalah
secara serius mempengaruhi telur dinosaurus. Sejumlah ilmuwan
menemukan, di akhir zaman kapur sebelum dinosaurus punah, kulit telur
dinosaurus cenderung berubah menjadi tipis, ini menunjukkan sebagai efek
akibat adanya perubahan iklim yang mendadak. Ahli paleontologi Taiwan
juga menemukan, di antara telur dinosaurus yang dihasilkan di sejumlah
lokasi fosil, lubang udara pada sejumlah kulit telur dinosaurus yang
hampir mendekati masa punah itu lebih sedikit dibanding kulit telur
dinosaurus pada masa lainnya, ini sangat mungkin berhubungan dengan
iklim yang berubah menjadi dingin dan kering.
Perubahan Komposisi Udara
Analisa
ilmiah sekarang membuat kita memahami, bahwa di masa yang telah lama
lampau di mana bumi baru saja terbentuk, di udara sama sekali tidak ada
oksigen, kandungan dioksida malah sangat tinggi. Seiring munculnya
autotrof, fotosintesis mulai mengauskan dioksida dan proses pembuatan
oksigen, dengan demikian mengubah lingkungan udara di bumi. Di saat yang
sama, di satu sisi dioksida melalui penetapan organisme melalui sedimen
lapisan batu bara dan minyak bumi, dan di sisi lainnya juga melalui ada
tidaknya peluang bersedimen dengan menggunakan berbagai macam formula
karbonat. Dan sedimen tersebut berlangsung terus-menerus.
Bukti
menunjukkan, kekentalan dioksida masa Mesozoikum kehidupan dinosaurus
sangat tinggi, sedangkan kekentalan dioksida Neozoikum selanjutnya malah
agak rendah. Perubahan komposisi udara tersebut, apakah ada hubungannya
dengan punahnya dinosaurus?
Sebagaimana
diketahui setiap jenis organisme baru dapat hidup secara normal dalam
lingkungan yang sesuai, perubahan lingkungan acap kali dapat
mengakibatkan kesuburan dan kemunduran sebuah spesies. Saat lingkungan
bermanfaat terhadap spesies tersebut, ia akan berkembang biak dengan
subur; lingkungan sebaliknya, dapat merosot atau bahkan menjadi punah.
Faktor lingkungan termasuk suhu, air dan faktor lainnya, bahkan termasuk
komposisi udara. Namun, apakah perubahan pada komposisi udara dapat
mempengaruhi kehidupan organisme? Jawabannya pasti. Misalnya, manusia
berada di bawah lingkungan yang dioksidanya tinggi berisiko terhadap
keselamatan jiwanya, bahkan ada sejumlah binatang yang lebih sensitif
terhadap perubahan kekentalan dioksida dibanding manusia.
Masa
Neozoikum kehidupan dinosaurus, kandungan dioksida di udara lebih
tinggi, menunjukkan bahwa dinosaurus sangat cocok pada lingkungan udara
yang kekentalan dioksidanya tinggi. Mungkin, hanya dalam lingkungan
udara seperti itu, mereka baru dapat hidup dengan baik. Waktu itu,
meskipun binatang menyusui telah muncul, namun mereka akhirnya tidak
mengalami perkembangan besar, mungkin ini justru karena komposisi udara
dan lingkungan lainnya sangat tidak menguntungkan terhadap mereka,
karenanya mereka terus berada pada posisi yang lemah di masa Neozoikum,
dan berkembang lamban.
Seiring
dengan pergeseran waktu, setelah tiba di akhir zaman kapur, lingkungan
udara mengalami perubahan besar, kandungan dioksida menurun, sedangkan
kandungan oksigen bertambah, lingkungan yang tidak menguntungkan
terhadap dinosaurus ini mungkin tercermin pada dua hal. Pertama, terjadi
ketidaknyamanan pada tubuh dinosaurus, di bawah lingkungan yang baru,
sangat mudah menjadi sakit, bahkan penyakit akan seperti wabah menyebar.
Kedua, lingkungan udara yang baru lebih sesuai untuk kehidupan binatang
menyusui, binatang menyusui menjadi lebih maju, penyaing adaptasi yang
lebih kuat. Di bawah efek kedua faktor tersebut, dinosaurus akhirnya
musnah. Sedangkan binatang melata lainnya merupakan minoritas spesies
yang dapat menyesuaikan diri.
Teori
perubahan komposisi udara yang menyebabkan punahnya dinosaurus tersebut
memiliki dua titik awal. Pertama, komposisi udara masa Mesozoikum tidak
sama dengan sekarang. Ilmu pengetahuan sekarang telah dapat membuktikan
hal ini. Dan kedua, setiap jenis makhluk hidup memerlukan lingkungan
udara yang sesuai, barulah dia dapat hidup. Ilmu pengetahuan sekarang
juga tidak sulit untuk mengadakan pembuktian terhadap hal demikian.
Atmosfer
pada zaman purbakala hampir tidak ada oksigen, sedangkan kandungan
dioksida sangat tinggi. Belakangan, karena munculnya makhluk hidup, di
bawah efek fotosintesis kandungan dioksida di atmosfer perlahan-lahan
berkurang, dan kandungan oksigen perlahan-lahan bertambah, proses ini
mungkin dapat menjelaskan sejumlah besar gejala dalam sejarah
perkembangan makhluk hidup. Sebab binatang tidak dapat secara langsung
menggunakan makhluk anorganik melakukan fotosintesis, sumbernya lebih
terbelakang daripada sumber tumbuhan, harus mendapatkan kandungan
oksigen di udara yang mencapai derajat setara.
Lemahnya Kekebalan terhadap Penyakit
Sejumlah
ilmuwan menganggap, teori kepunahan dinosaurus dewasa ini kebanyakan
ditekankan pada penyebab dari luar, teori ini merupakan masalah yang
paling tidak dapat dipecahkan, karena bagaimanapun terdapat sejumlah
besar spesies makhluk hidup yang sezaman dengan dinosaurus yang justru
malah tidak punah. Lingkungan ekologi yang diandalkan untuk bertahan
hidup, rantai makanan, di saat sebelum kepunahan sama sekali tidak ada
perbedaan yang mencolok dengan dinosaurus, namun mereka bukan saja
terhindar dari bencana, bahkan mengembangkan dunia makhluk hidup yang
beraneka ragam hingga sekarang ini. Kondisi seperti itu membuat sejumlah
ilmuwan menyangsikan, penyebab yang lebih langsung mengakibatkan
punahnya dinosaurus mungkin masalahnya terletak pada dia sendiri,
misalnya perawakan raksasa sejumlah besar dinosaurus dan sifatnya yang
berdarah dingin kemungkinan besar berhubungan dengan kepunahannya.
Di
antara banyak faktor yang menimbulkan kemungkinan kematian jenis
makhluk hidup tertentu dalam skala besar, jenis baru penyakit menular
ganas merupakan suatu faktor khusus yang layak diperhatikan. Gejala
kemandulan dalam proses reproduksi yang disebabkan oleh penyakit
tertentu sekarang ini merupakan hal yang sering terjadi, dan kurangnya
kekebalan tubuh menghadapi ancaman kesehatan itu sendiri juga merupakan
hal yang diketahui umum. Ketika satwa liar mengalami penyakit yang
seperti itu juga tidak akan terhindar dari ancaman bencana kepunahan
pada kelompok spesiesnya. Ditimbang dari sudut ini, punahnya dinosaurus
kemungkinan terjadi dengan adanya wabah penyakit menular ganas. Lagi
pula, karena mikroba merupakan penyebab utama yang menyebabkan wabah
penyakit menular, dan perubahan lingkungan ekologi paling mudah
menimbulkan metamorfosa mereka, dengan demikian meskipun kepunahan
dinosaurus diakibatkan bencana, maka mekanismenya juga kemungkinan besar
melalui perubahan organisme penyebab penyakit dan mengakibatkan
hilangnya fungsi kekebalan terhadap penyakit.
Hidup-mati
yang ditimbulkan interaksi antara makhluk hidup semuanya merupakan
salah satu penyebab utama pada pergantian spesies dalam sejarah biologi.
Terhadap ancaman organisme penyebab penyakit, kemampuan anti-infeksi
pada binatang merupakan suatu yang sangat penting terhadap hidup dan
matinya. Ilmu biologi modern telah membuktikan, kemampuan anti-infeksi
pada binatang bertulang belakang terutama melalui dua bagian
pembentukan. Pertama, pertahanan alami (dalam ilmu kekebalan disebut
bukan sistem kekebalan khusus), pembentukan tirai pelindung bagian dalam
dan luar, termasuk dari kulit, selaput lendir, cairan dan lain-lain,
serta berbagai macam fagosit (sel penelan) dan faktor cairan tubuh yang
dapat membunuh organisme penyebab penyakit dsb. Sistem pertahanan alami
sudah terbentuk sejak dini sekali. Yang kedua, adalah sistem kekebalan
spesifik, terutama melalui pembentukan sel aktif kekebalan antigen yang
dapat dibedakan kekhususannya. Sistem kekebalan yang bersifat khusus ini
adalah sistem kemampuan baru yang muncul setelah evolusi binatang
hingga binatang bertulang belakang, setelah sampai pada evolusi binatang
menyusui dan spesies burung, barulah mencapai taraf yang lebih
sempurna.
Meskipun
saat ini masih belum bisa secara langsung memahami kondisi kemampuan
sistem kekebalan dinosaurus, namun melalui cara perbandingan ilmu
biologi, bisa diprediksi kondisi terkait di atas. Sistem kekebalan kadal
dan binatang jenis melata lainnya sekarang yang segolongan dengan
dinosaurus sangat tidak baik, di dalam tubuh mereka tidak terdapat
jaringan dan kelenjar getah bening yang sempurna, bahkan kelenjar dada
yang mempunyai organ kekebalan juga tidak begitu berkembang, umumnya
tidak ada diferensiasi kulit dan sumsum yang jelas. Jenis burung di
dalam diferensiasi susunan kelenjar dada yang tidak jelas sama dengan
spesies melata, ini juga merupakan sebuah bukti keduanya memiliki
hubungan tali persaudaraan yang cukup erat. Namun, organ kekebalan jenis
burung lain malah sangat baik perkembangannya, fungsi kekebalannya
sangat kuat melebihi spesies melata. Antibodi yang terdapat dalam cairan
tubuh makhluk melata kurang beraneka ragam, tidak sanggup secara
menyeluruh menghadapi kekebalan khusus berbagai macam organisme penyebab
penyakit yang sangat berlainan.
Selain
itu, binatang melata yang berdarah dingin telah membatasi kecepatan
transplantasi kekebalan sel dalam tingkat tertentu, karenanya mereka
sangat sulit menghadapi serangan kuman yang berbeda. Sistem kekebalan
binatang bertulang belakang yang hidup sekarang agak terbatas
efektifitasnya pada sisi anti-infeksi, mereka pada umumnya mengandalkan
sistem pertahanan alam nonspesifik untuk melawan serangan organisme
penyebab penyakit, dalam segi tertentu kemampuannya bertambah kuat,
dapat menghancurkan virus, dengan demikian memenuhi kekurangan pada
sistem kekebalan, dan menjamin kelangsungan kelompok spesies. Namun,
faktor yang kuat ini tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan
kesempurnan sistem kekebalan khusus pada binatang menyusui.
Sebagai
wakil tipikal binatang melata yang telah punah, sistem kekebalan
dinosaurus dipastikan tidak begitu sempurna, jika kemampuan sistem
pertahanan alami mereka tidak begitu kuat, dan bila mengalami serangan
organisme penyebab penyakit yang tidak mampu dikendalikan oleh sistem
pertahanannya, maka akibatnya tentu tak terbayangkan.
Karena
itu, sejumlah ilmuwan memrediksi, di akhir zaman kapur, dikarenakan
oleh sebab tertentu telah mengakibatkan bumi mendadak telah mengevolusi
berbagai macam organisme penyebab penyakit jenis baru yang dapat
memecahkan sistem pertahanan binatang, menyebabkan wabah penyakit yang
menyebar luas, dinosaurus dan sejumlah binatang yang sistem kekebalannya
lemah menjadi punah karena tidak mampu bertahan. Akibatnya, di antara
binatang berdarah dingin hanya sejumlah spesies yang kuat sistem
pertahanan alamnya yang dapat terhindar dari bencana, sedangkan jenis
burung yang berdarah hangat dan jenis menyusui dikarenakan memiliki
sistem kekebalan yang tinggi dan baik semakin mudah terhindar dari
malapetaka, setelah itu menggunakan kesempatan tersebut menampakkan diri
di masa Neozoikum, menjadi binatang dominan yang baru di atas bumi.
Benturan Komet
Hipotesa yang berhubungan dengan penyebab punahnya dinosaurus ini menganggap, bahwa penyebab bencana dahsyat pada akhir zaman kapur bukanlah planet kecil melainkan bintang berekor atau komet. Sejumlah ilmuwan menganggap matahari memiliki bintang pengiring yang berputar mengitarinya, setiap 20 hingga 30 juta tahun, bintang pengiring tersebut akan berputar ke posisi yang berdekatan dengan jarak komet besar tertentu. Bintang-bintang komet raksasa ini jika mendapat gangguan gravitasi bintang pengiring tersebut maka kemungkinan besar akan menimbulkan puluhan ribu kali badai komet di dalam sistem tata surya, sejumlah badai komet di antaranya menghantam bumi. Karenanya, setiap 26 juta hingga 30 juta tahun bumi akan mengalami satu kali bencana pemusnahan, dan makhluk hidup di bumi juga akan mengalami satu kali insiden kepunahan dahsyat setiap 26 juta hingga 30 juta tahun, punahnya dinosaurus hanya sekali saja dalam kepunahan yang berkala ini.
Menilik
secara konkret insiden punahnya dinosaurus, ilmuwan yang berbeda
menganggap, konsekuensi komet yang membentur bumi berbeda. Ilmuwan
Amerika Andreas berpendapat, hasil benturan memang telah menimbulkan
sebuah bola api raksasa yang suhunya mencapai 3.000 derajat, bola api
raksasa ini dengan cepat menyebar keluar, menyebabkan kebakaran hutan di
Amerika Utara dan Asia, membuat organisme terbakar menjadi abu. Dasar
hipotesa yang dikemukakan Andreas ini karena ia telah menemukan
komposisi karbon yang 10 ribu kali lipat tingginya dibanding lapisan
batuan lainnya di dalam sedimen benda berusia 65 juta tahun.
Ilmuwan
Swiss keturunan Tionghoa Xu Qinghua juga menganggap, bahwa pukulan
pemusnahan terhadap kehidupan bumi yang diakibatkan benturan komet kali
ini lebih parah dibanding hanya punahnya dinosaurus. Besarnya energi
ledakan dahsyat yang terbentuk dari benturan komet kali ini telah
menimbulkan debu menyelubungi matahari yang mendunia, ada zat racun yang
telah mencemari segenap sistem ekologi bumi, sehingga segenap samudera
bumi berubah menjadi sebuah lautan mati, di saat bersamaan, di mana
setelah ledakan sejumlah senyawa di udara larut bersama dengan uap air
lalu menjadi hujan asam yang sangat lebat, dengan lebih lanjut telah
merusak sistem ekologi bumi, dan akibat terakhir yang ditimbulkan adalah
punahnya sejumlah besar spesies makhluk hidup termasuk dinosaurus.
0 komentar:
Posting Komentar