Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin ditafsirkan dari sila ke-4 Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratn / perwakilan. Kata “dipimpin” kemudian ditafsirkan bahwa demokrasi harus dipimpin oleh presiden. Era Demokrasi Terpimpin di Indonesia merupakan kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani Juga disebut demokrasi terkelola, adalah istilah untuk sebuah pemerintahan demokrasi dengan peningkatan otokrasi. Pemerintahan negara dilegitimasi oleh pemilihan umum yang walaupun bebas dan adil, digunakan oleh pemerintah untuk melanjutkan kebijakan dan tujuan yang sama.



Ciri-Ciri Demokrasi Terpimpin
  1. Dominasi Presiden
  2. Tidak berfungsinya lembaga tertinggi dan tinggi negara
  3. Makin berkembangnya paham komunisme
  4. Makin besarnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik
Di awali dari maklumat Hatta sebagai wakil presiden waktu itu, di mana dalam maklumat tersebut menganjurkan perlunya pembentukan partai-partai, yang ternyata mendapat sambutan luas hingga pada waktu itu lebih kurang 40 partai telah lahir di Indonesia, tetapi pada kenyataannya dalam kondisi yang sedemikian, bukannya menambah suburnya sistem Demokrasi di Indonesia. Buktinya kabinet-kabinet yang ada pada waktu itu tidak pernah bertahan sampai 2 tahun penuh dan terjadi perombakan-perombakan dengan kabinet yang baru, dan bahkan menurut penilayan presiden Soekarno banyaknya partai hanya memperunyam masalah dan hanya menjadi penyebab gotok- gotokan, penyebab perpecahan bahkan dalam nada pidatonya dia menilai partai itu adalah semacam pertunjukan adu kambing yang tidak bakalan berpengaruh baik bagi Bangsa dan negara.
Menurut pengamatan Soekarno Demokrasi Liberal tidak semakin mendorong Indonesia mendekati tujuan revolusi yang dicita-citakan, yakni berupa masrakat adil dan makmur, sehingga pada gilirannya pembangunan ekonomi sulit untuk di majukan, karena setiap fihak baik pegawai negeri dan parpol juga militer saling berebut keuntungan dengan mengorban kan yang lain.
Keinginan presiden Soekarno untuk mengubur partai-partai yang ada pada waktu itu tidak jadi dilakukan, namun pembatasan terhadap partai di berlakukan, dengan membiarkan partai politik sebanyak 10 partai tetap bertahan. Yang akhirnya menambah besarnya gejolak baik dari internal partai yang di bubarkan maupun para tokoh-tokoh yang memperjuangkan “Demokrasi liberal” juga daerah-daerah tidak ketinggalan. Dan keadaan yang demikian, akhirnya memaksa Soekarno untuk menerapkan “Demokrasi terpimpin” dengan dukungan militer untuk mengambil alih kekuasaan.
Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden. Soekarno juga membubarkan Dewan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan “Kembali ke UUD’ 45″. Soekarno memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting.PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.

Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 2 kabinet pada masa itu :
Kabinet Djuanda 

Disebut juga Kabinet Karya, memerintah pada periode 9 April1957 – 10 Juli 1959.

Kabinet Kerja

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, maka pada tanggal 9 Juli 1959 Kabinet Djuanda dibubarkan dan digantikan oleh Kabinet Kerja. Dalam kabinet itu, Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda menjadi menteri pertama. Kabinet ini dilantik pada tanggal 10 Juli 1959, dengan programnya yang disebut Tri Program Kabinet Kerja meliputi masalah-masalah sandang pangan, keamanan dalam negeri, dan pengembalian Irian Barat. 

MPRS
Dengan penetapan Presiden No. 2 tahun 1959 dibentuklah Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh presiden. Keanggotaan MPRS tersebut terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah utusan-utusan daerah dan wakil-wakil golongan karya. MPRS ini diketuai oleh Chaerul Shaleh dengan tugas menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Salah satu ketetapan MPRS ini adalah mengankat Presiden Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi.

DPA
Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dibentuk berdasarkan Penpres No. 3 tahun 1959. DPA ini dipimpin langsung oleh presiden dengan Roeslan Abdulgani sebagai wakil ketuanya. Dewan itu berkewajiban untuk memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Pelantikan DPA dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 1959 di Istana Negara bersamaan dengan pelantikan Moh. Yamin sebagai Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Ketua Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan).
Pembentukan DPR-GR
Pada mulanya, DPR hasil pemilu 1995 mengikuti saja kebijakan Presiden Soekarno. Akan tetapi, mereka kemudian menolak APBN tahun 1960 yang diajukan oleh pemerintah. Karena adanya penolakan tersebut, dikeluarkanlah Penpres No. 3 tahun 1960 yang menyatakan pembubaran DPR hasil pemilu 1955. pada tanggal 24 Juni 1960, Presiden Soekarno telah berhasil menyusun anggota DPR baru yang diberi nama Dewan Perwajkilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Para anggota DPR-GR dilantik pada tanggal 25 Juni 1960.
Pembentukan ABRI
Pada tahun 1964 TNI dan Polisi dipersatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Mereka kembali pada peran sosial-politiknya seperti selama zaman perang kemerdekaan. ABRI diakui sebagai salah satu golongan fungsional (karya) yang mempunyai wakil dalam MPRS. Pada masa demokrasi terpimpin itu, Presiden Soekarno melakukan politik perimbangan kekuatan (balance of power) bukan hanya antarangkatan dalam ABRI, melainkan juga antara ABRI dengan partai-partai politik yang ada
Nasakom
Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan komunisme) adalah istilah dari front Nasional yang dikemukakan oleh Presiden Soekarno. Nasakom dikemukakan oleh Presiden Soekarno tahun 1960 sebagai upaya untuk meningkatkan persatuan nasional. Ide tersebut delah dicetuskan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1926 dalam seri karangannya yang dimuat dalam majalah Indonesia Moeda yaitu Nasionalisme, Islam, dan Marxisme. Istilah Nasakom dikembangkan dalam Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Dalam perkembangan Nasakom dimanfaatkan oleh PKI untuk mengembangkan diri serta memperbesar pengaruhnya, baik di kalangan rakyat maupun pemerintah. 

Kondisi Politik Masa Demokrasi Terpimpin

Perkembangan politik pada masa demokrasi terpimpin terpusat pada Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI sebagai pendukungnya. Ajaran Presiden Soekarno tentang Nasakom sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Bahkan, Presiden Soekarno menganggap aliansinya dengan PKI menguntungkan sehingga PKI ditempatkan pada barisan terdepan dalam demokrasi terpimpin.

Kiprah PKI dalam Dunia Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin

Pada masa demokrasi terpimpin, PKI memang mendapatkan kedudukan penting. Kader-kader PKI banyak yang duduk dalam DPR-GR, DPA, serta Pengurus Besar Front Nasional dan Front Nasional Daerah. Ada juga yang diangkat sebagai kepala daerah. TNI-AD berusaha mengimbangi dengan mengajukan calon-calon lain, tetapi usaha itu menemui kesulitan karena Presiden Soekarno memberikan dukungan yang besar kepada PKI. Sejak tahun 1963, PKI berusaha untuk duduk dalam kabinet. Mereka terus menyerukan untuk segera membentuk kabinet Nasakom tahun ini juga.
Penyusupan PKI

PKI juga berupaya menyusup ke dalam PNI sehingga partai itu pecah menjadi dua. Sebagian yang terbesar di bawah Ali Sastroamijoyo disusupi oleh PKI Ir. Surachmansehingga haluannya mirip dengan PKI. Adapun tokoh PNI yang berpaham marhaenis sejati malah dikeluarkan dengan tuduhan sebagai marhaenis gadungan. Mereka yang dituduh marhaenis gadungan kemudian membentuk pengurus besar baru PNI di bawah pimpinan Osa Maliki dan Usep Ranuwijaya. Kondisi ini kemudian memunculkan dua PNI, yaitu PNI Osa-Usep dan PNI Asu (Ali Sastroamijoyo-Surachman) yang berhaluan komunis.

Awal Demokrasi Terpimpin Di Indonesia

Demokrasi Terpimpin berjalan berdasarkan Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 dan Tap MPRS No. VIII/MPRS/1959.
    Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.
  1. Pembubaran konstituante
  2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
  3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Reaksi dengan adanya Dekrit Presiden:
  1. Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang telah goyah selama masa Liberal.
  2. Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden.
  3. KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.
  4. DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk melakanakan UUD 1945.

Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
  1. Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
  2. Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
  3. Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.

Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
  1. Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
  2. Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
  3. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
Paham demokrasi ini berdasarkan paham kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (Pancasila sila 4). Paham ini berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong antara semua kekuatan nasional yang revolusioner dengan prinsip Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme). 

Sistem Demokrasi Liberal 
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut :

Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)

Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.

Tugas Depernas :
  • Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana
  • Menilai Penyelenggaraan Pembangunan
  • Tugas Bappenas adalah
  • Menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahuanan, baik nasional maupun daerah.
  • Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan.
  • Menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS.
Penurunan Nilai Uang (Devaluasi)
Tujuan dilakukan Devaluasi :
  • Guna membendung inflasi yang tetap tinggi
  • Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
  • Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
    Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut. Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. 



Kenaikan laju inflasi
Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :
  1. Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.
  2. Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan.
  3. Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar.
  4. Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada.
  5. Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil.
  6. Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh.
Deklarasi Ekonomi (Dekon)

Latar belakang dikeluarkan Deklarasi Ekonomi adalah karena:
  1. Berbagai peraturan dikeluarkan pemerintah untuk merangsang ekspor (export drive) mengalami kegagalan, misalnya Sistem Bukti Ekspor (BE)
  2. Sulitnya memperoleh bantuan modal dan tenaga dari luar negri sehingga pembangunan yang direncanakan guna meningkatkan taraf hidup rakyat tidak dapat terlaksana dengan baik.
  3. Tujuan utama dibentuk Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
  4. Meningkatkan Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri
  5. Kebijakan lain pemerintah
    • Pembentukan Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP)
    • Peleburan bank-bank negara 
Dinamika Politik Dan Ekonomi

Politik:
  1. Pembentukan kabinet kerja
  2. Penetapan Pidato Presiden tentang Manapol USDEK sebagai GBHN
  3. Pembubaran DPR Hasil Pemilu 1955
  4. Pembentukan MPRS
  5. Pembentukan DPRGR
  6. Pembentukan Front Nasional
  7. Pembentukan Tiga Kekuatan Politik
  8. Ekonomi:
  9. Sistem Ekonomi Terpimpin
  10. Sistem Ekonomi Gerakan Banteng
 Dampak Demokrasi Terpimpin
    
Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden)

Penyimpangan Demokrasi Terpimpin
  1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
  2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
  3. Jaminan HAM lemah
  4. Terjadi sentralisasi kekuasaan
  5. Terbatasnya peranan pers



Share on Google Plus

Tentang bang opek

Seseorang yang selalu berusaha untuk menjadi lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Dan semoga artikel yang tedapat pada situs milik Bang Opek ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita kedepannya nanti. Bagi yang memiliki saran atau kritik silahkan hubungi Bang Opek melalui Fanspage atau Twitter kami dan juga bisa melalui Formulir Kontak pada bagian bawah (footer)

0 komentar:

Posting Komentar