Di musim panas 1940,
saat Jerman krisis bahan baku dan potensi benturan dengan Uni Soviet atas
wilayah di Balkan, invasi Uni Soviet tampak solusi satu-satunya. Meskipun tidak
ada rencana lagi, pada bulan Juni, Hitler mengatakan kepada salah seorang
jendral bahwa kemenangan di Eropa Barat akhirnya membebaskan diri untuk
mendapatkan tugas baru yang penting: melawan Bolshevisme walaupun Hilter
mengatakan bahwa pendudukan Rusia Barat akan menciptakan “lebih banyak
pengeluaran daripada mendapat bantuan untuk situasi ekonomi Jerman.” Hitler
mengantisipasi manfaat tambahan dari rencana ini, yaitu
Mussolini saat berpidato di hadapan ribuan pasukannya |
- Ketika Uni Soviet dikalahkan, kekurangan buruh dalam industri Jerman bisa dibantu oleh demobilisasi tentara.
- Ukraina akan menjadi sumber pertanian.
- Masyarakat Uni Soviet dapat dijadikan sumber pekerja dan dapat posisi geostrategis jerman dapat ditingkatkan.
- Kekalahan Uni Soviet akan semakin mengisolasi Sekutu, terutama Inggris.
- Perekonomian Jerman membutuhkan lebih banyak minyak dan pengendalian tambang minyak akan mudah tercapai; seperti perkataan Albert Speer, Menteri Jerman Produksi Peralatan Perang, dalam sebuah wawancara, “kebutuhan minyak jelas motif utama” dalam keputusan untuk menyerbu.
Pada tanggal 5
Desember, Hitler menerima rencana militer untuk invasi dan menyetujuinya dengan
mulai dijadwalkan pada Mei 1941. Pada tanggal 18 Desember 1940, Hitler
menandatangani Directive Perang Nomor 21 kepada Komando Tinggi Jerman untuk
operasi dengan nama sandi “Operasi Barbarossa” yang menyatakan, “Wehrmacht
Jerman harus siap untuk menghancurkan Rusia dalam kampanye yang cepat.” Operasi
ini diberi nama sesuai dengan nama Kaisar Frederick Barbarossa dari Kekaisaran
Romawi Suci, seorang pemimpin dari Perang Salib Ketiga pada abad ke-12. Invasi
ini kemudian ditetapkan mulai tanggal 15 Mei 1941.
Banyak pengamat sejarah
menyatakan bahwa keputusan Hitler ini gegabah dan terlalu overconfident karena
tidak belajar dari sejarah kekalahan Napoleon dalam menyerang Rusia. Pernyataan
Hitler bahwa peperangan ini hanya akan memakan waktu delapan minggu pun dianggap omong besar.
Kolonel Jenderal Guderian sebagai jago tank Jerman terkejut dan tercengang.
Eropa Barat memang telah takluk, tetapi Inggris belum sempat dikalahkan. Jika
operasi Barbarossa dijalalankan, Jerman akan membuka dua front peperangan sekaligus,
suatu hal yang sangat riskan dan diketahui oleh semua kalangan bahkan bagi
orang awam sekalipun. Marsekal Gerard von Rundstedt yang pernah berperang di
Rusia dalam PD I mengatakan dengan pesimis bahwa akhir dari semua ini pastilah
bukan happy ending.
Sebenarnya, dalam hal
ini jika kita lihat dari kondisi yang ada, Hitler tidaklah bermulut besar. Ia
sadar akan rencananya. Prediksinya bahwa Inggris tidak akan menyerang ternyata
benar karena Inggris belum mampu melancarkan serangan hingga satu atau dua tahun
ke depan. Artinya, wilayah Eropa barat sebenarnya telah aman. Mengenai lama
pelaksanaan operasi, Hitler pun tak asal berbicara. Sesungguhnya waktu delapan
minggu cukup untuk menggulung Soviet atau setidaknya mampu diselesaikan sebelum
musim dingin pada bulan November tiba. Namun, takdir berkata lain. Sekutu
Hitler, Signor Mussolini, tanpa berkoordinasi dengan Hitler, telah membuka
medan perang baru, yaitu invasi Italia ke Yunani. Celakanya, Mussolini dipermalukan dalam
pertempuran di Yunani ini. Dengan berang dan murka, Hitler harus membantu
Mussolini, bukan sebagai kawan tetapi memang kepentingan Jerman terhadap Yunani
untuk mengamankan sumber minyaknya di Ploesti, Rumania, sehingga rencana
penyerangan ke Rusia pun tertunda.
Pada tanggal 28 Oktober
1940, Italia bersama dengan sekutunya, Albania, menyerang Yunani dengan 500
ribu pasukan. Penyerangan in dilakukan Mussolini sebagai upaya untuk
menstabilkan kekuatan antara dia dengan Hitler, suatu hal yang sebenarnya tidak
penting untuk dilakukan dalam kebijakan strategi poros axis. Namun, Mussolini
memiliki pandangan yang berbeda. Mussolini menganggap dirinya adalah senior di
antara tokoh-tokoh fasis. Ia pun sudah terkenal dalam dunia politik jauh
sebelum Hitler. Jika beberapa orang sejarawan menganggap Stalin memiliki
gangguan kepribadian sosipatik yang membuatnya selalu paranoid, Mussolini
memiliki sikap self lack confidence, adanya rasa rendah diri sehingga
senantiasa berdaya upaya untuk menunjukkan dirinya lebih superior dibandingkan
yang lain. Ketika Hitler muncul dalam waktu singkat menaungi Mussolini,
kenyataan ini menggoyangkan pribadi Mussolini yang labil. Ia sering berkata
kepada Hitler bahwa ia mempunyai pengalaman dalam bidang politik selama 40
tahun. Ketika Hitler mendulang sukses pada tahun 40-an dengan menyerahnya
Perancis hanya dalam waktu beberapa minggu, muncul perasaan pahit dalam diri
Mussolini. Apalagi Mussolini tak mempunyai bagian dalam mencapai kemenangan
itu. Mussolini iri dan ingin mendapatkan hal yang sama. Itulah sebabnya ia
menyerang Yunani dan ia ingin Hitler membaca dari surat kabar bahwa sekutunya
telah menduduki tanah Yunani.
Rencana ini sebenarnya
ditolak mentah-mentah oleh Staf angkatan perang Italia. Marsekal Badoglio
menyatakan bahwa serangan ini membutuhkan 20 divisi, sedangkan di Albania yang
digunakan sebagai pangkalan hanya memiliki sembilan divisi Italia.
Sebelum penyerangan,
Mussolini melalui Duta Besarnya di Athena, Emmanuele Grazi, memberikan
ultimatum kepada Perdana Menteri Yunani, Ioannis Metaxas, agar memberi akses bagi
Italia terhadap wilayah penting Yunani. Metaxas menolak ultimatum tersebut dan
memutuskan untuk berperang melawan Italia.
Angkatan perang Yunani
pada saat itu hanya berjumlah tiga divisi, sedikit tank dan minim angkatan
udara. Walaupun demikian, Yunani ternyata dapat memberikan perlawanan yang luar
biasa sengit dan membuat Mussolini ketar-ketir. Keberuntungan Yunani terletak
pada kondisi geografisnya yang berbentuk pegunungan sehingga membuat divisi
lapis baja Mussolini sulit melakukan manuver dan hanya menjadi sitting duck
bagi tentara Yunani. Dengan cepat, pasukan Italia dipukul mundur. Pada tanggal
8 November, sebelas hari setelah Mussolini melaksanakan agresinya, ofensif
Italia hancur berantakan.
Pasukan Yunani, setelah
mendapatkan bala bantuan Angkatan Udara Inggris, tak menunggu dan membiarkan
Mussolini menyusun tenaganya kembali. Pada tanggal 14 November 1941, Yunani
menyerang di seluruh Front dan berhasil memukul mundur tentara Italia keluar
dari perbatasan bahkan sampai membebaskan pula dua kota penting di Albania dari
penjajahan Italia.
Apa yang dilakukan
Mussolini tanpa berkoordinasi sebelumnya dengan Hitler merupakan blundernya
yang paling fatal dalam sejarah Perang Dunia II. Blunder ini berakibat pada
beberapa hal berikut.
- Sebelum bertempur dengan Italia, Yunani, walaupun termasuk negara netral memiliki perjanjian strategis dengan Jerman. Ketika Mussolini membuka pertempuran dengan Yunani, batallah perjanjian tersebut.
- Inggris memiliki alasan untuk terlibat di sana dan dapat menjadikan Yunani sebagai pangkalan udara untuk mengebom sumber minyak Jerman di Ploesti, Rumania.
- Akibat ulah Mussolini, Hitler harus turun tangan. Rencana penyerangan ke Rusia pun tertunda dan hal inilah yang akan berakibat fatal pada operasi-operasi Jerman di Eropa Timur.
- Penundaaan rencana Operasi Barbarossa mengakibatkan Jerman harus membuka dua front pertempuran sekaligus dan divisi-divisi tempur yang seharusnya dapat digunakan di Rusia harus dibagi-bagi ke dalam beberapa front pertempuran yang berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar